Laman

Senin, 21 Februari 2011

ANALISIS JURNAL



Oleh
Yessy Ratna Hapsari
Tema
Pengaruh Manajerial Terhadap Hutang
Judul
PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG, RISIKO, PELUANG PERTUMBUHAN DAN KEMAMPULABAAN PERUSAHAAN TERBUKA PADA INDUSTRI MANFAKTUR DI INDONESIA
Pengarang
Nurhayati
Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Tahun
2008


LATAR BELAKANG
Adanya kepemilikan manajerial merupakan insentif bagi manajer untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (agency cost). Di sisi lain manajer dapat melakukan investasi baru dan atau ekspansi dengan menggunakan hutang. Investasi baru dan atau ekspansi dengan tujuan diserfikasi, walaupun berisiko tinggi  tetap menarik untuk dilakukan.

MASALAH
Apabila pendanaan diperoleh melalui hutang , berarti resiko rasio hutang terhadap equity akan meningkat, sehingga akan meningkatkan risiko.

TUJUAN
1.      Menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, risiko, peluang, kemampulabaan perusahaan terbuka pada industri manufaktur di Indonesia.
2.      Menganalisis pengaruh risiko terhadap kebijakan hutang dan kemampulabaan perusahaan terbuka pada industri manufaktur di Indonesia­­­.
3.      Menganalisis pengaruh kebijakan hutang terhadap kemampulabaan perusahaan terbuka pada industri manufaktur di Indonesia­­­.

METODELOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Diperoleh sampel akhir sebanyak 114 perusahaan. Dimana  jumlah perusahaan terbuka industri manufaktur yang listed sampai dengan tahun 1997 sebanyak 132 dan perusahaan dengan data laporan keuangan tidak lengkap sebanyak 18  perusahaan.
Teknik Analisis Data
            Teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab pengujian hipotesis penelitian adalah dengan menggunakan Structural Equation Modeling atau SEM, dengan bantuan paket program AMOS 4,0 dan SPSS 11,0.

HASIL PENELITIAN
Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang , Risiko, dan Peluang Pertumbuhan
·         Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh tidak langsung negative antara kepemilikan manajerial (OWNMGR) terhadap indicator dari variable laten kebijakan hubungan (KBUT). Temuan ini menunjukan pengaruh langsung kepemilikan manajerial (OWNGR) terhadap kebijakan hutang (KBUT) signifikan dan relative kuat.
·         Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh langsung positif kepemilikan manajerial (OWNMGR) terhadap variable risiko. Temuan ini menunjukan bahwa pengaruh langsung kepemilikan manajerial (OWNMGR) terhadap risiko signifikan.
·         Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh tidak langsung negative kepemilikan manajerial terhadap indicator dari variable peluang pertumbuhan. Temun ini menunjukan adanya pengaruh langsung antara kepemilikan manajerial terhadap peluang pertumbuhan signifikan.

Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Kemampulabaan
Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya pengaruh langsung positif antara variable laten kebijakan hutang (KBUT) dengan kemampulabaan dengan kemampulabaan. Hasil temuan tersebut berarti bahwa variable laten kebijakan hutang (KBUT) berhubungan negative dengan variable kemampulabaan (KMLAB)

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disusun beberapa kesimpulan penelitian-penelitian sebagai berikut:
·         Hasil temuan ini menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial (OWNMGR) dengan faktor kebijakan hutang (KBUT).
·         Hasil temuan ini  menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial (OWNMGR) dengan variable resiko (RISK).
·         Hasil temuan ini menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara variable resiko (RISK) dengan faktor kebijakan hutang (KBUT).
·         Hasil temuan ini menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kebijakan hutang (KBUT) degan factor variable kemampulabaan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, dikemukakanlah saran-saran sebagai berikut:
·         Perusahaan industry manufaktur harus berhati-hati dalam kebijakan hutangnya dimana sebaiknya mereka tetap harus mempertimbangkan hutang-hutang yang berisiko tinggi. Sehingga perusahaan harus menetapkan tingkat hutang yang optimum (optimum level of debt) sebagai konsekwensi dalam menghadapi risiko kebangkrutan dan financial distress.
·         Penelitian yang akan dating sebaiknya menggunakan ukuran variable yang berbeda atau denagn mengkombinasi beberapa ukuran untuk mengetahui konsistensi data

Jumat, 18 Februari 2011

Kredit UMKM, bank swasta lebih gesit ketimbang bank BUMN


JAKARTA. Bank swasta nasional tercatat paling banyak menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Mengutip data Bank Indonesia (BI) per November 2010 mencatat total kredit UMKM bank swasta nasional sebesar Rp 395,9 triliun.
Artinya, kredit tersebut tumbuh 29% dari tahun sebelumnya senilai Rp 306,8 triliun. Usaha menegah terpantau paling besar penyalurannya sebesar Rp 166,4 trilliun, sementara untuk usaha kecil tersalur Rp 148,4 triliun dan usaha mikro Rp 81 triliun.
Sedangkan bank BUMN berhasil menyalurkan kredit hingga Rp 334 triliun per November 2010. Kedit UMKM untuk bank plat merah ini tumbuh 19% dari tahun 2009 dengan nilai penyaluran Rp 278,6 triliun.
Berbeda dengan bank swasta nasional, untuk kelompok bank BUMN penyaluran kredit usaha kecil lebih tinggi sebesar Rp 139,6 triliun jika dibandingkan usaha menengah yang hanya Rp 85,1 triliun dan untuk usaha mikro sebesar Rp 109,3 triliun.

Selasa, 15 Februari 2011

PROSPEK UMKM DAN UPAYA MENGATASI KETERBATASAN MODAL




iDalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah (selanjutnya disebut UKM) dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi dibelakang ini yakni karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan banting, terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat mengeruk keuntungan yang relatif besar. Sebaliknya, UKM yang tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini.
Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 per sen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.

Besarnya peran UKM ini mengindikasikan bahwa UKM merupakan sektor usaha dominan dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS (2000), pad a tahun 1999 usaha-usaha kecil (termasuk usaha rumah tangga) mempekerjakan 88,7 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia., sedangkan usaha menengah mempekerjakan sebanyak 10,7 persen. Ini berarti bahwa UKM mempekerjakan sebanyak 99,4 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia. Disamping ini nilai tambah bruto total yang dihasilkan usaha-usaha kecil secara keseluruhan meliputi 41,9 per sen dari Produk Domestik Bruto (POB) Indonesia pad a tahun 1999, sedangkan usaha-usaha menengah secara keseluruhan menghasilkan 17,5 persen dari POB
Masalah modal merupakan masalah terbesar bagi pelaku UMKM saat ini. Kebanyakan usaha mereka tidak berhasil karena mereka kesulitan untuk memperoleh tambahan modal. Hal itu dikarenakan UMKM susah untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank besar karena biasanya UMKM tidak memiliki laporan keuangan yang jelas sehingga susah untuk mendapatkan kredit dari bank yang mengharuskan adanya laporan keuangan yang jelas untuk mendapat pinjaman. Lembaga-lembaga kredit formal susah untuk memberikan pinjaman dana kepada UMKM sehingga pelaku UMKM cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lainnya seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.
Kekurangan modal juga disebabkan karena kekurang-jelasan status hukum sebagian besar UMKM. Mayoritas UMKM merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7% tergolong perusahaan perorangan yang memiliki akta notaris, dan hanya 1,7% yang sudah mempunyai badan hukum seperti PT, CV, firma, atau koperasi.
Upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan modal salah satu diantaranya dengan mengeluarkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah kredit yang diberikan kepada UMKM dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR merupakan salah satu Kredit yang disediakan khusus untuk usaha kecil dan menengah. Kredit semacam ini sangat meringankan bagi pengusaha namun tahapan seleksi pencairannya sangat ketat. KUR merupakan program dari pemerintah yang sumber dananya sepenuhnya dari bank. KUR kembali direlaksasi dengan sejumlah penyempurnaan yang mengadaptasi aspirasi masyarakat. Beberapa perbaikan addendum III yaitu peningkatan plafon KUR mikro dari Rp5 juta menjadi Rp20 juta dan dapat dilaksanakan oleh seluruh bank pelaksana KUR. Selain itu, memberikan skema KUR untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan penjaminan pemerintah sebesar 80 persen. Plafon KUR untuk program linkage executing (penyaluran KUR tidak langsung) juga ditingkatkan dari semula Rp1 miliar menjadi Rp2 miliar. Relaksasi berikutnya adalah memberikan jangka waktu kredit atau pembiayaan investasi untuk perkebunan tanaman kerja langsung 13 tahun tetapi tidak dapat diperpanjang. Penyaluran KUR sampai 23 September 2010 mencapai Rp7,7 triliun dengan 813.144 debitur. Angka itu terhitung telah mencapai 58 persen dari target bawah KUR tahun ini sebesar Rp13,115 triliun. Angka itu baru mencapai 42 persen dari target atas KUR tahun ini sebesar Rp18 triliun. Sebanyak 13 BPD sendiri telah merealisasikan penyaluran KUR sebesar Rp792 miliar dengan 11.154 debitur dari target yang dipatok Rp2,2 triliun sampai tutup tahun ini.
Pemberian KUR memiliki beberapa kendala antara lain adanya persepsi masyarakat yang keliru bahwa KUR merupakan kredit yang sepenuhnya diberikan oleh pemerintah. Padahal KUR merupakan kredit yang dananya berasal dari bank sepenuhnya. Karena persepsi yang salah tersebut maka banyak debitur yang tidak mengembalikan kredit mereka. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa penyaluran KUR tanpa anggunan selalu sebesar 5 juta rupiah. Padahal penyaluran KUR harus disesuaikan dengan kemampuan usaha agar debitur tidak terbebani. KUR hanya diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan kredit dari perbankan. Nyatanya banyak debitur yang telah mendapatkan kredit dari perbankan. Banyak calon debitur yang tidak memenuhi persyaratan dari bank seperti, identitas diri yang tidak lengkap maupun kondisi usaha yang belum layak mendapatkan kredit. Untuk beberapa bank, penyaluran KUR terkendala karena keterbatasan bank untuk menjangkau lokasi calon debitur yang relatif jauh sehingga penyebaran KUR masih belum merata dan hanya terfokus di kota besar
Semoga saja dengan adanya program pemerintah ini, para pelaku UMKM tidak lagi kesulitan untuk mencari pinjaman modal.
http://shandy07.wordpress.com

Senin, 07 Februari 2011

ANALISIS JURNAL



Oleh
Yessy Ratna Hapsari
Tema
Hutang
Judul
KEPEMILIKAN MANAJERIAL: KEBIJAKAN HUTANG, KINERJA DAN NILAI PERUSAHAAN
Pengarang
Yulius Jogi Christiawan
Josua Tarigan
Staff Pengajar Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Petra
Tahun
2007

LATAR BELAKANG

Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri.
Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai pemegangsaham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikannya.
Debt yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan, karena perusahan akan mengalami financial distress. Karena itulah maka manajer akan berusaha menekan jumlah debt serendah mungkin. Tindakan ini di sisi lain tidak menguntungkan karena perusahaan hanya mengandalkan dana dari pemegang saham. Perusahaan tidak bisa berkembang dengan cepat, dibandingkan jika perusahaan juga menggunakan dana dari kreditor. Kebijakan hutang perusahaan tanpa kepemilikan manajerial akan berbeda dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial.

MASALAH
Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Namun demikian pemegang saham tidak dapat mengawasi semua keputusan dan aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan.


TUJUAN
1.      Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial Keputusan bisnis yang dimaksud meliputi: keputusan keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang (struktur modal), keputusan operasional yang diproksikan dengan kinerja perusahaan, dan keputusan bisnis secara keseluruhan. Penelitian ini juga akan memberikan dasar empiris yang kuat untuk penelitian tentang hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer.

METODELOGI PENELITIAN
Dari setiap perusahaan, informasi yang diambil adalah ada tidaknya kepemilikan manajerial, harga pasar saham, jumlah saham beredar, laba operasi, total aktiva dan total hutang selama 3 tahun yaitu tahun 2003-2005. Khusus untuk total aktiva juga dilihat data tahun 2002, karena kinerja perusahaan dilihat dari ROA, dimana total assets yang dimaksud adalah total assets rata-rata. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu mendapatkan data dari dokumen berupa laporan keuangan dan laporan harga saham yang diperoleh dari Pojok BEJ dan Pojok Profesi Fakultas EkonomiUK Petra. Penelitian ini akan menguji apakah ada perbedaan dalam pengambilan keputusan dan aktivitas manajer antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dari hipothesis tersebut diketahui variable yang diteliti yaitu status kepemilikan manajerial dan keputusan bisnis.


HASIL PENELITIAN

Hasil pengolahan data pada penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis terdapat perbedaan kebijakan hutang antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial terbukti. Rata-rata skor variabel kebijakan hutang, perusahaan dengan kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial menguatkan bukti bahwa seorang manajer sekaligus pemegang saham lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan hutang. Manajer tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer ataupun sebagai pemegang saham.

Hasil pengolahan data pada penelitian ini juga membuktikan bahwa hipotesis terdapat perbedaan kinerja perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial tidak terbukti. Rata-rata kinerja perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikanmanajerial adalah sama saja meskipun rata-rata kinerja perusahaan yang dikelola manajer sekaligus pemegang saham lebih baik. Rasa memiliki manajer atas perusahaan sebagai pemegang saham tidak cukup mampu membuat perbedaan dalam pencapaian kinerja dibanding dengan manajer murni sebagai tenaga professional yang digaji perusahaan. Faktor yang bisa diduga sebagai penyebab kesimpulan ini adalah kecilnya kepemilikan oleh manajer untuk perusahaan publik.

Hasil pengolahan data pada penelitian ini juga membuktikan bahwa hipotesis terdapat perbedaan nilai perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dan kepemilikan manajerial terbukti. Nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial terbukti berbeda. Bahkan rata-rata nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih baik disbanding dengan rata nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Manajer yang sekaligus pemegang saham terbukti akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut meningkat pula.


PENUTUP
Kesimpulan
            Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Rata-rata skor variabel kebijakan hutang perusahaan dengan kepemilikan manajerial disbanding perusahaan tanpa kepemilikan manajerial menguatkan bukti bahwa seorang manajer sekaligus pemegang saham lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan hutang. Nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial terbukti berbeda, bahkan rata-rata nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih baik disbanding dengan rata-rata nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.

Saran

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain terkait dengan kepemilikan manajerial. Penelitian ini mendukung dan dapat dijadikan dasar bagi penelitian tentang hubungan atau pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang dan nilai perusahaan. Selain itu bagi pengguna laporan keuangan, khususnya investor dan kreditor, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk melihat bahwa antara perusahaan yang dikelola oleh manajer yang sekaligus pemilik dengan yang tidak adalah berbeda dalam hal kehati-hatian keputusan pendanaan dan meningkatkan nilai perusahaan. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk memberikan opsi saham bagi manajer.

ANALISIS JURNAL



Oleh
Yessy Ratna Hapsari
Tema
 Hutang
Judul
PENGARUH TINGKAT KESULITAN KEUANGAN DAN TINGKAT HUTANG PERUSAHAAN TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODE 2001-2005
Pengarang
Eka Suprihastini
Alumni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mataram
Tahun
2007

LATAR BELAKANG

Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihakpihak di luar perusahaan. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka.
Tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang perusahaan berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Semakin besar hutang perusahaan, maka akan semakin besar pula klaim bond holders terhadap aktiva perusahaan. Hal itu akan memperbesar konflik bondholders-shareholdersyang akan mengakibatkan semakin berkurangnya bagian untuk bondholders. Dengan demikian bondholders akan memilih akuntansi yang lebih konservatif pada perusahaan yang memiliki hutang yang tinggi.
Salah satu ukuran yang bisa digunakan untuk menggambarkan sampai sejauh mana kemampuan perusahaan dapat menutupi hutanghutangnya kepada pihak luar apabila diukur dari modal pemilik adalah debt to equity ratio (DER). Semakin rendah angka DER maka akan semakin baik, karena akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya.


MASALAH
1.      Apakah tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap konservatisme akuntansi?
2.      Apakah tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap konservatisme akuntansi?

TUJUAN
1.      menganalisis tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang perusahaan berpengaruh atau tidak secara simultan terhadap konservatisme akuntansi.
2.      Menganalisis tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang perusahaan berpengaruh atau tidak secara parsial terhadap konservatisme akuntansi.


METODELOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2005 berjumlah 148 perusahaan. Jumlah populasi penelitian ini cukup banyak maka penelitian ini memilih untuk menggunakan sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah purposive sampling.  Kriteria yang digunakan adalah :

1.      Terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebagai emiten sebelum 31 Desember 2000 dan tetap
tercatat di bursa sampai dengan 31 Desember 2005.
2.      Profitabilitas perusahaan mengalami penurunan berturutturut 2 tahun atau lebih selama
periode penelitian.
Model Persamaan
Persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 (Sugiyono, 2004 : 221)
Dimana:
Y = Konservatisme akuntansi (nilai CONNAC)
a = Konstanta
b1,b2,b3 = Koefisien
X1 = Tingkat kesulitan keuangan perusahaan (niali ZScore)
X2 = Tingkat hutang atau Leverage (nilai DER)

HASIL PENELITIAN
Hasil Pengujian Hipotesis 1 (Pengujian Pengaruh Simultan)
Dalam penelitian ini, dilakukan uji F untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara simultan dari variabel tingkat kesulitan keuangan (ZScore) dan tingkat hutang (DER) terhadap konservatisme akuntansi (CONNAC). Variabelvariabel independen dikatakan berpengaruh apabila nilai signifikansi F hitung dibawah 0.05 atau 5%. Dengan hasil tersebut menandakan bahwa pengaruh variabel tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang terhadap konservatisme akuntansi tergolong lemah.

Hasil Pengujian Hipotesis 2 (Pengujian Pengaruh Secara Parsial)
Dalam penelitian ini, dilakukan uji t untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial baik dari variabel tingkat kesulitan keuangan (ZScore) maupun tingkat hutang (DER) terhadap konservatisme akuntansi (CONNAC). Variabel independen dikatakan berpengaruh apabila nilai signifikansi t dibawah 0.05 atau 5%. Dengan demikian dapat diputuskan bahwa H1 diterima untuk
variabel tingkat kesulitan keuangan dan H0 diterima untuk variabel tingkat hutang. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang positif dari tingkat kesulitan keuangan terhadap konservatisme akuntansi dan tidak ada pengaruh tingkat hutang terhadap konservatisme akuntansi.


PENUTUP
Kesimpulan
1.      Secara uji simultan bahwa variable tingkat kesulitan keuangan dan tingkat hutang secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi
2.      Ecara uji parsial, variable tingkat kesulitan keuangan memiliki pengaruh yang  positif terhadap konservatisme akuntansi sedangkan variable tingkat hutang tidak memiliki pengaruh terhadap konservatisme akuntansi.
Saran
            Saran yang  dikemukakan oleh penulis untuk penelitian berikutnya adalah untuk menambah variable (misalnya dengan menggunakan variable size perusahaan, political cost, struktur kepemilikan, risiko perusahaan, debt covenant, intensitas modal, dan lain-lain) serta memperluas penelitian (menambah populasi) atau dengan menambah sampel persahaan dan periode penelitian.

ANALISIS JURNAL



Oleh
Yessy Ratna Hapsari
Tema
Pengaruh Manajerial Terhadap Hutang
Judul
PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG, RISIKO, PELUANG PERTUMBUHAN DAN KEMAMPULABAAN PERUSAHAAN TERBUKA PADA INDUSTRI MANFAKTUR DI INDONESIA
Pengarang
Nurhayati
Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Tahun
2008


LATAR BELAKANG
Adanya kepemilikan manajerial merupakan insentif bagi manajer untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (agency cost). Di sisi lain manajer dapat melakukan investasi baru dan atau ekspansi dengan menggunakan hutang. Investasi baru dan atau ekspansi dengan tujuan diserfikasi, walaupun berisiko tinggi  tetap menarik untuk dilakukan.

MASALAH
Apabila pendanaan diperoleh melalui hutang , berarti resiko rasio hutang terhadap equity akan meningkat, sehingga akan meningkatkan risiko.

TUJUAN
1.      Menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, risiko, peluang, kemampulabaan perusahaan terbuka pada industri manufaktur di Indonesia.
2.      Menganalisis pengaruh risiko terhadap kebijakan hutang dan kemampulabaan perusahaan terbuka pada industri manufaktur di Indonesia­­­.
3.      Menganalisis pengaruh kebijakan hutang terhadap kemampulabaan perusahaan terbuka pada industri manufaktur di Indonesia­­­.

METODELOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Diperoleh sampel akhir sebanyak 114 perusahaan. Dimana  jumlah perusahaan terbuka industri manufaktur yang listed sampai dengan tahun 1997 sebanyak 132 dan perusahaan dengan data laporan keuangan tidak lengkap sebanyak 18  perusahaan.
Teknik Analisis Data
            Teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab pengujian hipotesis penelitian adalah dengan menggunakan Structural Equation Modeling atau SEM, dengan bantuan paket program AMOS 4,0 dan SPSS 11,0.

HASIL PENELITIAN
Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang , Risiko, dan Peluang Pertumbuhan
·         Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh tidak langsung negative antara kepemilikan manajerial (OWNMGR) terhadap indicator dari variable laten kebijakan hubungan (KBUT). Temuan ini menunjukan pengaruh langsung kepemilikan manajerial (OWNGR) terhadap kebijakan hutang (KBUT) signifikan dan relative kuat.
·         Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh langsung positif kepemilikan manajerial (OWNMGR) terhadap variable risiko. Temuan ini menunjukan bahwa pengaruh langsung kepemilikan manajerial (OWNMGR) terhadap risiko signifikan.
·         Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh tidak langsung negative kepemilikan manajerial terhadap indicator dari variable peluang pertumbuhan. Temun ini menunjukan adanya pengaruh langsung antara kepemilikan manajerial terhadap peluang pertumbuhan signifikan.

Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Kemampulabaan
Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya pengaruh langsung positif antara variable laten kebijakan hutang (KBUT) dengan kemampulabaan dengan kemampulabaan. Hasil temuan tersebut berarti bahwa variable laten kebijakan hutang (KBUT) berhubungan negative dengan variable kemampulabaan (KMLAB)

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disusun beberapa kesimpulan penelitian-penelitian sebagai berikut:
·         Hasil temuan ini menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial (OWNMGR) dengan faktor kebijakan hutang (KBUT).
·         Hasil temuan ini  menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial (OWNMGR) dengan variable resiko (RISK).
·         Hasil temuan ini menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara variable resiko (RISK) dengan faktor kebijakan hutang (KBUT).
·         Hasil temuan ini menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kebijakan hutang (KBUT) degan factor variable kemampulabaan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, dikemukakanlah saran-saran sebagai berikut:
·         Perusahaan industry manufaktur harus berhati-hati dalam kebijakan hutangnya dimana sebaiknya mereka tetap harus mempertimbangkan hutang-hutang yang berisiko tinggi. Sehingga perusahaan harus menetapkan tingkat hutang yang optimum (optimum level of debt) sebagai konsekwensi dalam menghadapi risiko kebangkrutan dan financial distress.
·         Penelitian yang akan dating sebaiknya menggunakan ukuran variable yang berbeda atau denagn mengkombinasi beberapa ukuran untuk mengetahui konsistensi data